Thursday, January 3, 2013

Diplomat Perempuan, menyalahi "Kodrat"?

Gara-gara tweet dari seorang teman semalam, saya langsung tergerak hati untuk menulis tentang masa depan percintaan diplomat perempuan. Makasih yah @destiana_sari, lo telah membuat gue berpikir semalam suntuk dan langsung sigap berhadapan di depan laptop pada jam setengah 7 pagi ini. Wkwk.

Apakah isi tweet dari Sari itu? Kira2 begini...

'Pesen cuma satu jie, jangan lupa nikah, hahahahaha'

Sebenernya gini, hal ini udah saya pikirkan jauh2 hari sebelum saya mau mengikuti registrasi awal CPNS Kementerian Luar Negeri pada bulan Juli tahun lalu. Jadi, pertanyaan seperti itu udah bisa saya jawab dengan santai, cuma apakah orang bisa sesantai itu juga menanggapi respon saya?

Kita memang hidup di negara yang unsur budaya timurnya sangat kuat. Kadang, pandangan-pandangan kontroversial yang malah memarjinalkan kaum perempuan terlalu mendominasi. Apalagi dalam agama, konkritnya justru membuat ruang gerak perempuan terhambat. Saya tidak menyalahkan agama, tapi yang saya lihat ajaran agama dengan apa yang diterapkan di masyarakat itu berbeda jauh, cenderung menyulitkan kaum tertentu, contohnya ya perempuan itu sendiri.

Untungnya, ibu saya sangat support kalau saya suatu hari benar-benar bisa menjadi seorang diplomat. Bukan sekedar diplomat, tapi diplomat perempuan. Beliau pun tahu bagaimana nanti kehidupan seorang diplomat perempuan yang harus menjalankan karir secara nomaden, namun juga harus bisa menjalankan perannya sebagai istri di suatu keluarga.

Kalau ada yang blg : lo jadi diplomat perempuan, emangnya udah siap jadi perawan tua?

Itu stigma yang tidak akan pernah ada matinya memang. Pertanyaan itu membuat saya berpikir kalau semua perawan tua itu ada di dunia cuma gara-gara adanya profesi diplomat.

Pernakah mereka yang menanyakan hal itu mencoba cari tau beberapa diplomat perempuan yang bisa sukses di karir dan juga rumah tangga? Mungkin mereka tidak tau, atau malah tidak pernah mau tau.

Miris kalau masih banyak segelintir orang yang close minded seperti itu ya. Mau sampai kapan perempuan hanya bisa terkungkung? Kami, perempuan, juga ingin eksistensi kami itu ada bukan hanya sebagai pemanis belaka. We want to act something. Sumpah, saya bukan feminis ya, dan saya tidak seekstrim itu memperjuangkan hak perempuan. Saya juga gak menggebu-gebu menginginkan strata perempuan melebihi laki-laki. Yang saya mau adalah tidak ada gep yang terlalu mencolok di antara 2 gender ini. Udah, itu aja kok.

You have to know these facts :


  1. Diplomat itu berbeda dengan Diplomat Perempuan. Embel2 kata perempuan itu menguatkan bahwa peran diplomat tersebut tidak hanya untuk menjadi wakil Indonesia di mata dunia, tetapi dia juga mempunya tanggung jawab lain untuk masa depannya, yaitu menjadi ibu di suatu keluarga. Jadi, menurut saya, menjadi seorang diplomat perempuan berarti kita sudah menjalankan 2 job secara sekaligus.
  2. Waktu saya ikut tes CPNS Kemlu tahun 2012 kemarin, percaya atau tidak mayoritas perempuan yang berpartisipasi. Alhamdulillah, ada kemajuan dari mind-set mereka. Tidak ada larangan untuk perempuan bersinar.
  3. Tahukah kamu, isu global kewanitaan saat ini mencapai angka 75 persen dan peran diplomat perempuan untuk ikut andil dalam menyelesaikan masalah tersebut sangat dibutuhkan. Lihat saja, masalah tentang tenaga kerja wanita di luar negeri atau woman exploitation yang terjadi baru-baru ini.
  4. Dalam faktanya, memang jumlah diplomat perempuan di jabatan struktural masih sangat minim. Tapi bukan berarti, tidak bisa. Sekali lagi, jangan pernah meremehkan kemampuan perempuan akan ini semua.
  5. Untuk pernikahan, yang saya tahu, diplomat perempuan dibolehkan menikah dengan sesama diplomat, namun salah satunya harus mau jadi PNS biasa. Dan satu lagi nih, diplomat perempuan dilarang keras menikah denga WNA, haha. Emang ga boleh berjodoh dengan bule nampaknya. 
Lalu bagaimana solusinya kalau ternyata jodoh si diplomat perempuan itu bukan termasuk di dua kategori tersebut?

Kebetulan saya sudah punya pacar dan dia amat sangat menerima konsekuensi pekerjaan saya nantinya. Saya harus bersyukur pada Tuhan karena bisa menemukan laki2 Indonesia yang ga banyak nuntut macam ini. hihi.
Saya tidak mau kalau suami saya nanti tidak punya karir yang cerah karena harus mengikuti kemanapun saya dinas di luar negeri. Maka, pacar saya itu sepakat untuk merintis karir sebagai wiraswasta karena kami pikir pekerjaan itu bisa dipantau dari jauh. Dia memang kuliah Teknik Industri dan memang tipe orang yang lebih mau membuka lapangan pekerjaan dibanding menjadi karyawan. Cuma, membuka usaha pun butuh dana kan? Nah, sambil menunggu dana-dana cantik itu mengucur, dia masih bisa bekerja dulu sebagai karyawan di Indonesia untuk beberapa tahun sambil menunggu post pertama saya ke luar negeri.

Solusi kan? 

Insya Allah, kalo saya memang jodoh sama dia, semua yang saya rencanakan diatas bisa jadi kenyataan, atau malah lebih baik.

Nah, buat perempuan2 yang lagi baca blog saya, jangan takut untuk mencoba sesuatu yang baru kalau dilihat secara kasat mata sangat mustahil untuk dilakukan oleh kaum perempuan, contohnya menjadi diplomat ini. Tidak usah pikirkan tanggapan orang. Semua yang terjadi pada kita pasti ada yang namanya SOLUSI.  Jangan khawatir dan selalu siap menerima segala konsekuensi.

Semangat.







4 comments:

  1. persis seperti apa yang saya rasakan..,
    ketika saya memutuskan untuk melanjutkan S2..,
    banyak sekali teman-teman yang bilang "yakin nh, mau S2?? kalau iya, siap2 jadi perawan tua deh cz cow2 pasti bakal minder ngeliat gelarmu" *nyesek*

    ReplyDelete
  2. halo , saya baru saja diterima di kemenlu dan akan mulai sekdilu 7 februari nanti
    saya kebetulan punya pacar orang Jepang dan berencana menikah tahun depan, apakah memang benar2 dilarang untuk menikah dgn WNA? atau ada konsekuensi karir yng harus ditanggung kalau tetap menikah? terima kasih

    ReplyDelete
  3. Halo Yuni! Sebelumnya, selamat bergabung di Kemlu. Welcome to the jungle!

    Menjawab pertanyaan kamu, sepertinya kebijakannya masih seperti itu hingga sekarang. Selama kerja di instansi, masalah personal kamu jadi urusan kantor juga. Nanti kalo kamu nikah, harus bilang sama pak bos trus diinterview gitu deh. Hahhahaha. Beneran loh ini.

    Pilihannya ada 3 kalo nikah sama WNA:
    1. Tetep kerja di kemlu dengan muka tembok. Maksudnya, kamu ttp nikah dgn si dia dan bertahan sampai orang2 pada sama2 tau aja. (Ada kejadian juga di kantor yg begitu, tapi ga tau ngaruh ke karirnya atau ngga ya, hehe)

    2. Kamu resign dari kemlu. Tidak menyalahi aturan dan kamu hidup bahagia dengan si dia.

    3. Cari pasangan lain yang WNI.

    Memang banyak aturan yg mempersulit ruang gerak kita sbg perempuan sih. Tapi semoga dgn seiring berjalannya waktu, generasi penerus di kantor kita bisa bikin kebijakan yg lebih fleksibel. Tentunya dibuat oleh orang2 yang lebih terbuka dan ga kaku.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah terima kasih jawabannya :)

      Untuk solusinya sih saya lebih memilih yang no. 1

      kalo misalnya uda mentok juga, pacar saya bilang rela masuk jadi WNI, tapi prosedurnya pasti sulit mengingat birokrasi di negara ini T^T

      Semoga saja peraturannya ada perubahan soalna saya baca riwayat hidup Bapak Marty menikah dengan orang Thailand :)

      Delete